Saturday, April 3, 2010

Kronologis Kasus BLBI [Bagian II]

November 17, 2008

Sambungan…

Lihat tulisan sebelumnya : Kronologis Kasus BLBI [Bagian I]

Setelah membaca kronologi nya, semakin jelaslah sebenarnya bagaimana murat maritnya sistem birokrasi negeri ini. Aku sempat berpikir heran, kenapa sih Mendiang Presiden Suharto dengan enaknya menerapkan langkah-langkah yang mencengangkan untuk mengatasi krisis moneter pada tahun 1997- Mei 1998. Diantaranya yaitu tadi, melikuidasi 16 Bank, membantu bank sehat yang mengalami kesulitan likuiditas a.ka.a BLBI, sedangkan bank yang ”sakit” akan dimerger atau dilikuidasi.

Dulu, jaman tahun 1997-1998, Pers masih belum sebebas sekarang. Jadi saya dan jutaan masyarakat Indonesia lainnya tentunya sangat awam atau tidak familiar dengan kebijakan-kebijakan ekonomi. Gak ngerti kami itu. Hanyalah Pemerintah, Anggota DPR dan Pakar-pakar ekonomi lah yang sangat mengerti masalah ekonomi. Coba liat Pers sekarang, sangat bebas dan pro rakyat. Tayangan-tayangan berita atau tulisan di surat kabar sangat membantu kita untuk mengetahui dengan jelas kondisi kenegaraan kita ini, baik itu di bidang ekonomi, hukum dan perundang-undangan dan lain sebagainya. Kadang ada juga yang meng-investigasi beritanya itu sampai ke akar-akarnya. Ya walaupun aku yakin birokrasi negeri ini tetap bobrok, tapi setidaknya Pers dan Media lainnya sudah memberitakan yang terbaik untuk perubahan negeri ini.

Kembali ke Topik, jadi BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) lahir ini untuk mengatasi masalah ini, yaitu menutupi talangan hutang luarnegeri yang dilakukan para bankir tersebut.

Bank yang banyak menjamur sebagai akibat kebijakan deregulasi perbankan dimasa orde baru akhirnya runtuh dan jatuh bangkrut, serta tetap tidak kuat menahan nilai mata uang rupiah yang anjlok, juga sektor perekonomian kita (industrialisasi yang dibantu oleh kredit bank) yang berantakan akibat kredit macet.Kredit macet itu saling berkaitan dan tali temali, antara industri terhadap bank, bank terhadap pemerintah, pemerintah terhadap bantuan asing, sehingga menambah beban hutang luarnegeri kita total menjadi 1200 trilyun (600 trilyun). Akhirnya banyak bank yang diambil alih pemerintah dan kemudian dijual kembali dibursa saham setelah sehat atau merger (digabungkan). Dan ada juga yang dinyatakan bangkrut dan hilang tak tentu rimbanya (begitupula pemiliknya).

Berikut ini adalah Daftar Hitam Kelam Kasus BLBI yang menurutku masalah sangat unik, kreatif, lucu menggelitik, penuh intrik, tertata rapi, sangat licik, dan yang pasti PENUH KONSPIRASI.

5 (lima) Bank yang melakukan penyimpangan terbesar hingga 74% dari total BLBI penyimpangan 48 bank penerima yaitu :

1.BDNI sebesar 24, 47 trilyun yaitu 28, 84% dengan pemilik Syamsul Nursalim
2.BCA sebesar 15, 82 trilyun yaitu 18,64% dengan pemilik Soedono Salim
3.Bank Danamon sebesar 13,8 trilyun yaitu 16,27% dengan pemilik Usman Admadjaya
4.Bank Umum Nasional sebesar 5,09 trilyun yaitu 6,0 % dengan pemilik Bob Hasan
5.Bank Indonesia Raya (BIRA) sebesar 3,66 trilyun yaitu 4,31 % dengan pemilik Atang Latief

Sumber : Laporan Audit BPK RI No.06/01/Auditama II /AI/ VII /2000

Tersangka kasus perbankan tersebut, yaitu (dalam miliar) ;

Sudono Salim (BCA – hutang 52,767)
The Nin King, (Danahutama – hutang 23)
Hendra Liem , (Bank Internasional-hutang 16,95)
Sudwikatmono (Bank Surya – hutang 1,887)
Ibrahim Risjad (Risyad Salim Internasional – 10,664)
Nyoo Kok Kiong (Papan Sejahtera, – hutang 108,49)
Honggo Wendratmo (Papan Sejahtera – hutang 216, 98)
Andi Hartawan (Badja Internasional-hutang 32, 66)
Soeparno Adiyanto (Bumi Raya Utama, 24, 81)
Ganda Eka Handria (Bank Sanho – hutang 4,41)
Mulianto Tanaga (Bank Indo Trade – hutang 15,31)
Phillip S Widjaya (Bank Mashill – hutang 14,90)
Hasyim Joyohadikusumo (Papan Sejahtera – hutang 216,98)
Siti Hardiyanti Rukmana,(Bank Yama-Yakin Makmur – hutang 155)
Nirwan Bakri (Nusa Nasional-hutang 3.006, 16 trilyun)
Husodo Angko Subroto (Sewu Internasional-hutang – 209,20)
Iwan Suhardiman (Tamara Bank – hutang 35,61)
The Nin Kong (Baja Internasional – hutang 45,14)
The Tje Min (Bank Hastin – hutang 139,79)
Samsul Nursalim (BDNI – hutang 28.408, 00 trilyun)
Bob Hasan (BUN – hutang 5.341,00 trilyun)
Usman Admadjaya (Bank Danamon – hutang 12.533, 00 trilyun)

Sumber : Koran Tempo, 15 April 2004 dan Kompas, 1 Mei 2004

Daftar para obligor yang belum melunasi kewajibannya
Atang Latief (Bank Indonesia Raya – hutang 325,46
James Januardy (Bank Namura Internasional–hutang123,04)
Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian-hutang 615)
Lidia Mochtar (Bank Tamara – hutang 202,80)
Omar Putirai (Bank Tamara – hutang 190,17)
Marimutu Sinivasan (Bank Putera Multikarsa-hutang 1.130,61T)
Kaharuddin Ongko (Bank Umum Nasional – 8.348,00 Trilyun)
Samadikun (Bank Modern – hutang 2.663, 00 Trilyun)

Sumber: Koran Tempo 15 April 2004, BPPN, Kompas, 1 Mei 2004)

Daftar Banker yang dilimpahkan ke Tim Pemberantasan Korupsi
Atang Latief (Bank Indonesia Raya – hutang 325,46)
James Januardy (Bank Namura Internasional–hutang123,04)
Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian-hutang 615)
Lidia Mochtar (Bank Tamara – hutang 202,80)
Omar Putirai (Bank Tamara – hutang 190,17)
Marimutu Sinivasan (Bank Putera Multikarsa-hutang 1.130,61T)

Daftar Banker yang diserahkan kekepolisian
Baringin Panggabean (Bank Namura Internusa-APU- 158,93 )
Santosa Sumali (B.Metropolitan – APU – 46,55)
Fadel Muhammad (Bank Intan – APU-93,28 )
Santosa Sumali (B. Bahari-APU-295,05)
Trijono Gondokusumo (Bank PSP- APU – 3.3031, 11 trilyun)
Hengky Widjaya (Bank Tata-APU-461,99 ) Taony Tanjung
I Gde Dermawan (Bank Aken-APU-680,89)
Tarunojoyo Nusa (Bank Umum Servitia-APU-3.336, 44 trilyun)David Nusa Widjaya
Kaharuddin Ongko (BUN – MRNIA-8.348.00 trilyun)
Samadikun H. (Bank Modern – MRNIA-2.663, 0 Trilyun)

Sumber : Koran Tempo tanggal 18 Oktober 2004

Hebat bukan, bahkan sungguh fantastis. Total kotornya ada dana Rp. 600 trilyun yang diberikan pada perbankan pasca krisis moneter sampai oktober 2003. Dari 600 trilyun itu BPPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) sudah mengembalikan Rp. 152, 4 trilyun. Terdiri dari setoran tunai Rp. 107,167 trilyun, obligasi Rp.14,994 trilyun, tunai non Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Rp. 9,7 trilyun, dan obligasi daur ulang (reclyed bonds) Rp. 20, 541 trilyun.

Lalu, sisanya +/- 400 trilyun lagi kemana dong? Barangkali anak SD sekarang udah tau jawabnya.

Bersambung….

Entry Filed under: I'm very hate my country, Politik. Tag: BLBI, fakta, Kronologi, Kronologis Kasus BLBI, Politik, Skandal BLBI.

No comments:

Post a Comment