Saturday, April 3, 2010

delapan (pemegang saham bank eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional/BPPN)

16 Januari 2010 | 03.21 WIB
Empat Pemegang Saham Sulit Paksa Badan

Jakarta, Kompas - Kementerian Keuangan memastikan sulit menagih empat dari delapan pemegang saham eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

Pasalnya, keempat pemegang saham itu sudah berada di luar negeri. Pemerintah hanya bisa berharap ada pengembalian dana dari aset-aset yang masih ada di dalam negeri.

”Dari delapan (pemegang saham bank eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional/BPPN) yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan itu, ada yang sudah di luar negeri, yakni Sinivasan, Agus Anwar, Lidia Mochtar, dan Atang Latief,” kata Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Hadiyanto di Jakarta, Jumat (15/1).

Kedelapan pemegang saham tersebut merupakan kelompok penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang disalurkan pemerintah dalam rangka menyelamatkan sistem perbankan nasional yang terkena krisis moneter tahun 1997.

Penagihan BLBI atas kedelapan orang itu ditangani langsung oleh Kementerian Keuangan. Syarat utama paksa badan adalah orang yang ditagih ada di wilayah hukum Indonesia.

”Harus diidentifikasi, apakah orangnya ada di dalam negeri atau tidak sebab beberapa obligor sudah tidak ada di Indonesia. Sulit melakukan paksa badan kalau orangnya sudah di Singapura, misalnya. Intinya, paksa badan hanya akan kami lakukan kalau berdasarkan perhitungan akan efektif dalam penagihannya,” ujar Hadiyanto.

Uang yang masuk negara

Marimutu Sinivasan adalah pemegang saham Bank Putera Multi Karsa. Adapun Lidia Mochtar adalah pemilik Bank Tamara, Atang Latief dari Bank Bira, dan Agus Anwar dari Bank Pelita Istismarat.

Empat pemegang saham lainnya adalah James Januardy dan Adisaputra Januardy dari Bank Namura Internusa, Omar Putihray dari Bank Tamara, dan Ulung Bursa dari Bank Lautan Berlian.

Utang James Januardy dan Adisaputra Januardy sudah dianggap lunas. Mereka melunasi semua utangnya plus biaya administrasi panitia

Saat itu, total uang tunai yang masuk ke kas negara baru Rp 303 juta. Ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan total utang yang sebesar Rp 2,297 triliun dari kedelapan pemegang saham itu.

Menurut Hadiyanto, paksa badan merupakan salah satu upaya pemerintah untuk membuat penagihan terhadap semua debitor berjalan efektif.

Jadi, lanjut Hadiyanto, jika penagihan dengan cara normal sudah efektif, paksa badan tidak perlu lagi dilakukan. Paksa badan hanya bisa dilakukan jika semua proses persiapannya lengkap. (OIN)

No comments:

Post a Comment